Jakarta - Prijanto mundur dari jabatan Wagub DKI. Banyak pihak yakin kalau langkah Prijanto itu karena terlibat konflik dengan sang Gubernur Fauzi Bowo. Benarkah?Prijanto enggan menjawab pertanyaan itu, dia hanya menangis.
Prijanto menyatakan mundur pada Jumat (23/12). Namun, beberapa hari sebelumnya pada 12 Desember, pensiunan jenderal TNI bintang dua ini sempat meluncurkan buku berjudul 'Andaikan... Aku Anda atau Gubernur Kepala Daerah'. Dalam buku setebal 308 halaman itu, Prijanto berkisah bagaimana seharusnya seorang gubernur.
"Yang perlu dilakukan gubernur pertama kali adalah membangun kepercayaan bahwa gubernur milik rakyat. Gubernur harus mampu mengajak seluruh masyarakat untuk bersatu padu membangun wilayah. Gubernur harus menyatakan dia milik rakyat, bukan milik golongan pemenang pemilukada saja," tulis Prijanto dalam bukunya di halaman 41.
Prijanto juga menggambarkan sosok ideal seorang gubernur. Menurutnya seorang gubernur, di samping bicara langsung dengan rakyat, juga tidak boleh lupa membangun komunikasi politik dengan para pimpinan dan tokoh politik yang kurang beruntung.
"Seorang gubernur harus mampu melakukan pendekatan-pendekatan politis, tidak hanya karena kepentingan pribadi, tetapi merupakan kebutuhan pokok guna melakukan pembangunan daerah," tulis Prijanto.
Buku itu terbagi dalam beberapa tema. Di setiap tema, terdapat beberapa tulisan. Mulai dari bagaimana seharusnya seorang gubernur, hingga kebijakan yang pernah dia terapkan. Mulai dari parkir on the street sampai pajak warung tegal.
Buku itu juga diisi sambutan dari Jusuf Kalla dan AM Hendropriyono. Di bagian penutup buku, terdapat komentar para tokoh seperti Jenderal (Purn) Wiranto, Komjen Pol (Purn) Togar Sianipar, Laode Ida, Anies Baswedan, Din Syamsuddin, J Kristiadi dan lainnya.
Yang cukup menarik juga, dalam buku ini Prijanto menulis bagaimana pengalamannya selama di militer. Di TNI, pemimpin dan wakilnya bisa berkomunikasi dan bekerja dengan baik serta saling menghormati.
Soal isi buku ini, dalam wawancara setelah menyatakan mundur, beberapa kali Prijanto menyebut semuanya dia tuangkan di buku ini. Lalu, benarkah Prijanto dan Fauzi Bowo tidak harmonis?
"Seperti kondisi Provinsi Jakarta yang merupakan titik temu berbagai macam etnis, sehingga sangat diperlukan sifat, sikap, dan cara-cara berpikir seorang gubernur yang tidak sombong, tidak sektarian, bisa bertutur kata yang baik terhadap semua orang atau golongan dan mampu menempatkan diri sebagai milik rakyat," tulis Prijanto berkomentar soal sosok gubernur di halaman 43.
sumber
0 komentar:
Posting Komentar