Warga Amerika Perdebatkan Perayaan Natal
Jumat, 30 Desember 2011
KEMERIAHAN Natal di Amerika Serikat, dengan hiasan dan pohon Natal menjulang tinggi, menimbulkan perdebatan tersendiri. Perdebatan menguat karena umumnya, lembaga pemerintahan di Amerika sibuk 'merias diri' menjelang Natal. Padahal, Amerika bukanlah negara yang memiliki agama resmi. Apakah institusi negara di Amerika perlu merayakan hari keagamaan?
Pemicu perdebatan ini terjadi setelah salah satu negara bagian di Amerika, Rhode Island mengganti nama pohon Natal (Christmas tree) menjadi pohon liburan (holiday tree). Salah satu simbol Natal paling populer ini diubah namanya oleh Gubernur Rhode Island, Lincoln Chafee.
Hal ini diungkapkan Chafee di Gedung Parlemen Rhode Island. "Waktu berubah dan ini adalah realitas. Dunia semakin kecil. Orang berpindah-pindah. Agama lebih mudah diterima di masyarakat kita dan ini hanya sebuah evolusi," jelas Chafee.
Keputusan ini memicu kemarahan warga Amerika. Kantor gubernur menerima banyak panggilan yang mencela perubahan nama. Lantas, bagaimana sebaiknya sikap pemerintah Amerika saat perayaan Natal?
Salah satu pengajar agama di Georgetown University, Erika Seamon menilai pohon Natal memperjelas perdebatan mengenai pemisahan gereja dan negara, yang merupakan konsep mendasar dalam hukum Amerika.
"Yang terpenting adalah hal ini (pemisahan) tidak menghilangkan Natal atau agama dari masyarakat Amerika. Ini semata untuk mengatasi kekhawatiran bahwa pohon Natal dan bahasanya akan dikaitkan dengan properti dan dukungan dari pemerintah," kata Seamon.
Di Amerika, Natal adalah hari libur resmi pemerintah. Pengadilan juga telah memutuskan bahwa pohon Natal merupakan simbol sekuler yang mewakili musim dan bukan simbol keagamaan. Keputusan ini membuat semua orang punya hak untuk memasang pohon besar dan mendekorasinya, termasuk di gedung pemerintahan. Demikian seperti dikutip dari VOA, Jumat (23/12/2011).
Namun tidak semua orang memandang pohon Natal sebagai hal sekuler. Juru Bicara organisasi terbesar untuk perempuan Kristen (Concerned Women for Maerica), Janice Crouse menyampaikan pendapatnya.
"Anda tahu ketika waktu Natal tiba, orang-orang yang berbicara mengenai influsif dan keragaman serta semua kalimat klise kelompok kiri, mereka adalah orang-orang yang sangat ingin menghapus Natal."
Hampir 80 persen warga Amerika mengidentifikasi diri sebagai Kristen dan merayakan Natal untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus. "Kita merayakan agama lain, karena itu kita juga harus merayakan iman Kristen. Dan harus ada simbol di depan publik. Ini merupakan bagian dari identitas kita sebagai orang Amerika," ujarnya.
Pada akhirnya, selama ada pohon Natal di properti publik, makna semantik dari musim liburan kemungkinan akan terus berlanjut.
sumber
Label:
info
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar